Benang Kusut Pendidikan
Thursday 12 June 2014
0
komentar
“UN sejatinya ibarat jangkar kapal untuk bersandar
yang diempaskan ke laut dan akhirnya kapal tidak bisa maju kecuali hanya
bergoyang di tempat.”
Pendidikan merupakan suatu proses
yang senantiasa dilakukan dengan penuh kesadaran. Di dalamnya terdapat
interaksi dan transmisi ilmu pengetahuan (knowledge) dan nilai-nilai
yang menuntut reformasi watak dari individu-individu hingga memiliki
integritas. Oleh karena itu, jika makna pendidikan adalah proses maka jangan
pernah kita terburu-buru untuk mencapai sebuah kata akhir.
John Dewey, misalnya, berpendapat
bahwa pendidikan merupakan proses pembentukan kecakapan yang fundamental secara
intelektual dan emosional ke arah alam dan sesama manusia. Hal itu sejalan
dengan tujuan filosofis pendidikan kita. Selama ini, pendidikan di maknai
sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan po tensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan (UU No 20/2003 tentang Sisdiknas).
Namun, rupanya di negeri kita,
pendidikan sebagai suatu proses belum sepenuhnya disadari sampai saat ini.
Nyatanya, para pendidik dan pemerintah sebagai pengambil kebijakan lebih senang
memburu hasil ketimbang proses. Akibatnya, tujuan filosofis pendidikan hanyalah
suatu jargon fatamorgana. Pendidikan tidak mampu menetaskan manusia-manusia
yang berintegritas tinggi serta mampu mengawinkan kecerdasan otak dan
kecerdasan hati.
Belenggu UN
Ahmad Baidowi (2011), dalam
tulisannya “Never Ending Process“, menegaskan bahwa sangat tidak mungkin
rasanya jika pembuktian seluruh agenda pendidikan nasional seperti tertera
dalam tujuan tersebut di atas diselesaikan hanya oleh sebuah mata rantai
bernama ujian nasional (UN). Menurutnya, ujian semacam UN sejatinya ibarat
jangkar kapal untuk bersandar yang diempaskan ke laut dan akhirnya kapal tidak
bisa maju kecuali hanya bergoyang di tempat.
Padahal, jika jangkar dilepas dan
mesin pun dihidupkan maka kapal dan orang yang ada di dalamnya akan tersa dar
betapa luasnya laut biru dengan dentuman ombaknya yang selalu meng uji
perjalanan. Dengan menikmati hal itu maka sebenarnya sebuah proses alamiah itu
hadir. Begitulah makna sejati pendidikan sebagai suatu proses.
Dalam hal UN, hemat saya, sebenar
nya sudah pernah lahir regulasi yang cukup bijak. Misalnya, keputusan MA No
2596 K/PDT/2008 mengenai penangguhan penyelenggaraan UN pada tahuntahun berikutnya.
Namun, hal itu jelas-jelas sudah diabaikan pemerintah kita. Padaha, penangguhan
tersebut se benarnya sangat sederhana, yakni stakeholder pendidikan
menginginkan agar pemerintah tidak memiliki paradigma kerdil tentang
pendidikan.
Hamid Hasan (2012) berpendapat bahwa
pemerintah tidak semestinya serta-merta menyelenggarakan ujian nasional sebagai
penentu kelulusan anak. Padahal, delapan standar nasional pendidikan belum
sepenuhnya dipenuhi.
Kualitas guru yang masih rendah, sarana dan prasarana sekolah pun kian memprihatinkan. Namun, UN hingga saat ini masih diselenggarakan.
Kualitas guru yang masih rendah, sarana dan prasarana sekolah pun kian memprihatinkan. Namun, UN hingga saat ini masih diselenggarakan.
Krisis Keteladanan
Operator dan regulator pendidikan
bangsa kita dewasa ini terkesan sekadar disibukkan dengan persoalan-persoalan
formatif belaka. Sertifikasi, misalnya, sudah menjadi wadah ritual guru saat
ini. Anehnya, sudah begitu banyak guru yang bersertifikasi, namun citra
pendidikan kian terpuruk.
Mengapa demikian? Sebab, paradigma
dan kebijakan yang dijalankan tidak dikaji secara radikal, holistik, dan
filosofis. Dan, tak heran hasil bahkan prosesnya juga akan semrawut. Seperti
juga yang dirasakan dalam UN dengan berbagai kecurangan dan contekan massalnya.
Semua itu, lahir dari paradigma yang kerdil.
Membahasakan nilai-nilai pendidik an
di negeri kita akan semakin mengiris hati. Moral sudah semakin dilupakan sebab
budaya keteladanan dan malu sudah disimpan rapat-rapat di museum peradaban.
Transformasi nilai akan berhasil dilakukan jika di dalamnya terbentuk
tradisi/budaya, watak atau karakter yang melekat kuat dalam jiwa pendidik dan
anak didik. Tradisi itu akan muncul secara spontan kapan dan di mana pun mereka
berada. Oleh karena itu, pendidikan karakter suatu keniscayaan dalam pendidikan
(Idris Jauhari: 2008).
Guru dalam pendidikan karakter tak
sekadar memberi pemahaman tentang kebaikan dan kebenaran di atas kertas. Dia
harus melakukan apa yang dikatakan tentang kebaikan itu sehingga dalam jiwa
siswa terhunjam keyakinan dan kesadaran untuk melakukan kebaikan.
Memang ironis, pendidikan kita
dewasa ini disadari atau tidak semakin tunakebudayaan dan nilai. Hal tersebut
tidak diragukan merupakan akibat dari lunturnya keteladanan pribadi guru yang
seharusnya digugu dan ditiru, justru sebaliknya, ‘guru kencing berdiri, murid
kencing berlari’.
Kebudayaan dan pendidikan tak ubahnya
dua mata uang logam yang tak mungkin terpisahkan satu sama lain sebab
kebudayaan menjadi roh pendidikan itu sendiri. Hal itu mengingat pendidikan
mengandung makna lebih mendalam daripada sekadar pengajaran.
Pendidikan lebih kepada proses
pewarisan, internalisasi, dan transmisi nilai-nilai yang berdampak pada
reformasi (perubahan) dan pencerahan watak, karakter manusia, hingga memiliki
integritas. Akhirnya, jika pendidikan ingin mengubah citranya sebagai wadah
yang membebaskan dan mencetak jiwa-jiwa yang penuh dengan kesadaran dan
berintegritas tinggi, reformasi paradigma dan sistem/kebijakan pendidikan
merupakan suatu keniscayaan.
Sumber: Edi
Sugianto, REPUBLIKA, Rabu 21 Maret 2012
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul: Benang Kusut Pendidikan
Ditulis oleh apa aja
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke http://kublogspot.blogspot.com/2014/06/benang-kusut-pendidikan.html. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.Ditulis oleh apa aja
Rating Blog 5 dari 5
0 komentar:
Post a Comment
terimakasih telah singgah, berkomentar lah dengan baik