JeritanPolitik Guru 2014

Posted by apa aja Friday 13 June 2014 0 komentar



“Orang yang mendatangkan bencana bagi bangsa ialah orang yang tak pernah menebar benih, menyusun bata, atau menenun kain, tetapi menjadikan politik sebagai mata pencahariannya”.(Kahlil Gibran)
Beberapa waktu lalu di Kabupaten Lebak, puluhan guru dan kepala sekolah mendatangi Sekretariat PGRI (Persatuan Guru Republik Indonesia), Provinsi Banten. Mereka menyampaikan mosi tidak percaya terhadap PGRI Kabupaten, karena telah dijadikan alat kepentingan politik kelompok tertentu. Kamis, (21/11/2013)
Mobilisasi politik terhadap profesi guru memang patut memperoleh perhatian semua pihak. Apa jadinya,bila guru menjadi bagian dari kepentingan kekuasaan, apalagi sampai mengusik independensi, akhirnya kehilangan jatidiri.
Peristiwa di atas punsejalan dengan pidato Presiden, yang mengingatkan kepada semua pihak agar tidak membawa guru masuk ke dunia politikpraktis.Baik ketika Pemilu kepala daerah, pemilihan Gubernur, Bupati/Walikota, maupun pemilihan Presiden 2014. Artinya, guru tidak boleh dijadikan komoditas politik, yang menguntungkan partaipolitik tertentu.
Bahkan, Ki Hadjar Dewantara,puluhantahunlalu (1930),sudahseringmewanti-wanti, agarpara guru jangan membawa politik ke dalam ruang kelas. Tohwalaupun secara pribadi guru memiliki hak politik.“Pengajarlebiheleganbilabersikappandita; yang bebasdarikeberpihakan golongan, agama, atau kepentingan partaipolitik.BegitupetuahBapakpendidikan.(Tsuchiya, dalamM. Fauzi Sukri 2013:15)
Sebagai salah satu negara demokrasi, Indonesia memang masih memerlukan penataan lakon berdemokrasi menuju demokrasi yang lebih berkualitas dan bermartabat. Pertarungan politik hendaknya dilihat sebagai kompetisi demokrasi yang wajar dan normal. Terlebih bagi para kaum intelektual, tak terkecuali guru.
Duahal yang takbisalepasdaridemokrasi.Pertama,keberdayaanpolitik’.Norma tertinggi demokrasi bukan jangkauan kebebasan(liberty) atau pun kesamaan(equality), melainkan partisipasiwargasecaraaktif(active citizen)danadanyaresponpemerintahsebagaiwakil-wakilnya.
Dalam bingkai keindonesiaan, partisipasi masyarakat demokrasi (participatory democracy) kita terlihat masih sangat rendah. Hal itu ekuivalen dengan minimnya edukasi publik. Diperparah lagi oleh kesewenang-wenangan pemerintah sendiri. Akhirnya, berapa banyak aturan yang dibuat tanpa partisipasi masyarakat? Berapa banyak aturan pendidikan yang dibuat tanpa partisipasi guru, serta orang-orang ahli pendidikan?
Kedua, ‘kepercayaanpolitik’.Halinimenyangkutoptimismemasyarakatdemokrasiterhadapkapasitas, integritas,danakuntabilitaspemerintahdalammenjalankanrodapemerintahan.
Pertanyaannya. Apakah guru mampumempertahankanidealismedalam politik 2014? Agar mereka takgalau di ruangpolitik“abu-abu”, antaraidealismedankeberpihakanpolitik. Kemudian, seberapa besarpotensidan pengaruh guru dalam politik 2014 nanti?
MengujiIdealisme
Secara historis, pada tahun 2008guru baru terlepas dari belenggu politik, yakni padaKongres XVIII di Lembang Bandung. Kongres ini melahirkan dua keputusan penting, yaitu PGRI keluar dari Golkar,kemudian menyatakan diri kembali sebagai organisasi perjuangan (cita-cita) proklamasi.
Selanjutnya, bersama organisasi guru, mereka melakukan penertiban secara radikal. Memang, sebagai pendidik/pembebas di gardaterdepan, guru sepatutnya bebas dari kepentingan dan partai politik tertentu. Dengan demikian, merekatak kehilangan jatidiri.Apalagi dikerdilkan lewat ketidakadilan dan eksploitasi yang takmanusiawi(baca:TeoriPembebasan, Paulo Freire).
Kini, apatisme guru terhadap politiksudah lenyap.Kaum guru sudahtrauma menjadi korban politik (ordebaru);suaranyadirampaspartaipenguasa, dandibiarkanlumpuhdalamkebodohan.Merekabangkit,bahkanberpartisipasi dalam merekonstruksi budaya politik baru, yang menjunjung tinggi prinsip idealisme, rasionalitas, religiositas,dan berbasis kearifan-kearifan lokal (local wisdom).
Guru sebagai kaum intelektual masih setia berpikir jernih; berdasar iman, teori dan fakta.Peranmerekasangatbesaruntukmengubah tradisi politikberetikabagigenerasibangsakedepan. Pun bagi masyarakat dan semua elite politiksecaraumum.
Namun, gurusendiri bisa saja terperangkapdalam kendaraandahsyatpartai dan kepentingan politik, bila mereka tak mampu lagi mempertahankan idealisme sebagai identitas intelektualnya.Sebagaimanamereka juga berpotensi besar dalam melakukan pengawasan dan penyeimbang (check and balance) dalam euforia demokrasi 2014.
Konsekuensi sebagai oposisi, guru kerap kalitersandung dengan hal-hal yang mengancam kariernya, seperti dipindah, disingkirkan, bahkandimarginalisasikan.Karenaitu, pemerintah (Kemendagri) perlumengeluarkan aturanyang lebih pasti untukmenjaminketenteramanpara guru, agar merekatakterombang-ambingdi tengahsamuderapolitik‘gadungan’.
PGRI merupakan organisasiprofesiyang memilikisuarabesardalampolitik 2014.ApalagiPGRI menjadiorganisasiwajibbagi guru PNS.Saatini, PGRI memiliki 1,5 juta anggota, dengan jaringan organisasi hingga tingkat ranting atau sekolah. Loyalitasdan daya jangkau, menjadimotifutamabesarnyapotensidanpengaruh guru di tengah masyarakatpolitik.
Akhir kata, euforiaperpolitikan 2014, benar-benarakanmenjadibatuujianbagikaum guru yangmasihmengakusetiadenganidealismenya. Ataumerekaterpasung, danmatisebagai “pelacur”intelektual.

Sumber: Edi Sugianto, BANJARMASIN POST, Rabu 8 Januari 2014
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul: JeritanPolitik Guru 2014
Ditulis oleh apa aja
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke http://kublogspot.blogspot.com/2014/06/jeritanpolitik-guru-2014.html. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.

0 komentar:

Post a Comment

terimakasih telah singgah, berkomentar lah dengan baik

Belajar SEO dan Blog support Online Shop Aksesoris Wanita - Original design by Bamz | Copyright of PENERUS BLOG SAMPAI MATI.